Manusia yang bermanfaat adalah manusia yang bermanfaat untuk
orang lain, katanya sih gitu. Dari kata itulah aku mempunyai cita-cita jadi
guru *kan guru bermanfaat untuk anak-anak yang membutuhkan, asal tidak
dimanfaatkan hehe. Hal itu kemudian sampai terbawa kealam bawah sadarku (*dibawah
sadar bukan diatas dasar hehehe) dari sd sampai udah berkumis ini.
Ada lagi pepatah yang mengatakan ilmu yang tak diamalkan
bagai pohon yang tak berbulu (berbuah maksudnya), maksudnya ilmunya tidak bisa
diamalkan. Nah makanya semakin lurus niatku ingin menjadi guru. Sempat sih
ingin berubah tujuan hidup waktu di sma dulu, pengennya jadi penyanyi saja,
biar dikerubutin para fan-fan apalagi fannya yang cewek(ngarep sekali ya..)
namun ku urungkan niat itu lantaran temenku yang gantengnya dan suaranya
levelnya diatasku aja gagal apalagi aku yang serba pas ini, sempet juga ingin
jadi annoncer (penyiar itu lo...) sampai tak belain tidur di studio sekolah
buat nunggu giliran siaran malam, setelah bertahan tiga bulan semangatku pudar
karena sepertinya gak ada perubahan ni statusku, tetep jadi penyiar malam yang
harus nunggu sampai orang pada tidur (haduh kasian sekali ya...).
Lulus SMA aku ambil jurusan IT ambil di kampus negri,
berharap abis sarjana bisa dapat pekerjan mentereng gitu, apalagi pas aku
luluus lagi bumingnya pemberdayaan IT disemua bidang, semuanya deh, dari
perkantoran, sekolahan, bahkan di toko-toko gitu teknologi sudah canggih (waktu
itu aku masih sangat katrok jadi seing kagum aja lihat perkembangan semua serba
teknologi). Setelah perjuangan keras akhirnya aku GAGAl masuk kampus negri
untuk ambil jurusan IT. Coba bayangkan anda jadi aku, sudah jomblo, gak masuk
kampus negri, mau jadi penyiar lagi juga udah malas, mau jadi penyayi takut gak
ada yang ndengerin, aku mati saja kali ya (tolong dicegah ya...) hidup serasa
tanpa arti.
Namun waktu yang bicara, ama papa dan mama (cie biasanya
panggil bapak ama emak juga pakek gaya mama papa) aku dimasukkan kampus swasta
fakultas keguruan, jadideh mulai saat itu juga kembali impian masa kecil jadi
guru tumbuh lagi. Tahun pertama menjadi mahasiswa kuhabiskan dengan
seneng-seneng ala kadarnya (kadar mahasiswa kere hehehe), menjelang tahun kedua
hidupku berubah drastis 540 drajat (ingat 540 drajat muter-muter tuh), karena
udah gede kan malu kalu minta terus ama mama dan papa (heleh mama papa lagi
bapak ma emak) aku mulai menjadi laki-laki panggilan, yang manggil para tante
gitu perbulan dikasih uang ya cukupan lah buat jalan-jalan. Jangan persepsi
buruk dulu lo ya, aku dipanggil am tante-tante bukan untuk melayani mereka,
tapi melayani anak-anak mereka belajar, prifat kalau tren nya saat ini gak tau
tahun depan hehehe.
Tahun ketiga jadi anak kampus aku dipanggil ama kepala
sekolah disekitar lingkunganku dulu waktu di Madrasah Ibtidaiyah (Madrasah Ibtidaiyah
atau MI itu setingkat SD), aku kan kaget perasaan dulu aku gak berbuat nakal
deh, aku dulu kan pendiam, gak pernah nyuri, tapi sering bohong sih, bohong g
ngerjakan PR gara-gara gak bisa, ya akhirnya bohong kalau diajak keluar ama
keluarga, atau bohong bukunya ketinggalan (janagn ditiruakan ya adik-adik) tapi
masak aku bohongnya bertahun-tahun yang lalu masih mau dihukum sekarang, tau
ahh.
Ternyata aku dipanggil kepala sekolah untuk mengajar
sementara di situ karena ada guru yang sedang cuti, aku bingung harus girang
atau harus susah atau menagis atau malah teriak-teriak kesenengan, gak nyangka
aku yang sejak dulu ngimpi jadi guru bakal tercapai cita-citanya, walaupun
hanya sementara sih. Namun aku juga gak bisa memungkiri masih sangat awam
mengenai pembelajaran, harus ngajar anak-anak didalam kelas, nulis dipapan
tulis dengan tulisan yang cukup bagus namun gak bisa dibaca. Nekat aja ah, ini
adalah kesempatan belajar menjadi guru yang real sekali. Pulangnya aku mencari
mama dan papaku namun ternyata mama dan papa sedang disawah maklumlah petani,
hehehe.
Mulai hari yang sudah ditentukan ama pak sutradara (gusti
Alloh maksudnya) aku pun mulai menjadi guru yang baik dan rajin menabung,
dengan kumis yang berterbanagn dan jenggot yang beberapa helai, aku masuk
kelas. Waktu masuk kelas aku sempat sock, hampir mau pingsan tapi kayaknya gak
akan adayang nolongin jadinya ya g pingsan, ternyata kelas yang aku ajarisinya
40%tetanggaku, mana biasanya main bareng lagi, ah aku pede aja lah, akulah
guruakulah penguasanya, dan mulailah saat itu aku g lagi jadi mas-mas tapi jadi
bapak-bapak.
Keluar rumah, anak-anak mulai pangil pak guru, disekolahan
sebagian guru yang dulu juga sempat jadi guruku juga memanggil pak guru, tukang
somai yang biasanya aku target buat ngutangin aku juga manggil pak guru, dan diasaat
semua memanggil pak yang lumayan menyiksa pendengaranku (masih muda gini
dipanggil pak, kang mas gitu lo hehehe) ponakanku yang juga menjadi siswaku
manggil aku “om guru”.
“kenapa gak ada yang manggil mas guru sih” teriakku dalam
hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar